Obsesi Masak

http://16ady216etox4c1ny031s78y.wpengine.netdna-cdn.com/wp-content/uploads/2014/11/Culinary-Chef-Infographic.jpg



Dulu tetanggaku, seorang oma2 (teman baik omaku), mempunyai seorang cucu perempuan yang usianya hanya lebih muda 1 tahun dariku.
Dan omaku sangat suka dengan cucu temannya itu.
Setiap hari, kalau omaku menyuruh aku menyapu di rumah, dan aku mulai memasang muka nyebelin di mata omaku, omaku pasti akan langsung memulai kisahnya tentang si cucu temannya yang luar biasa rajinnya.
Begitu juga kalau omaku minta aku menyeterika baju, atau mengupas bawang merah.
Oh pls. Itu adalah pekerjaan perempuan! Yeah, aku tau kalo aku perempuan. Tapi menyeterika baju dan mengupas bawang merah, dan menyapu lantai? Untuk apa mamaku membayar asisten rumah tangga?
Lagipula aku bukan perempuan bodoh yang begitu pulang sekolah, tidak mengerjakan apa2 selain pekerjaan2 para wanita itu!
Pulang sekolah, aku hanya istirahat sebentar, lalu makan mandi, dan pergi ke sekolah lagi untuk banyak kegiatan ekstra kurikuler. Sekolahku sekolah terkenal di kampung, aku sangat terkenal di sekolahku, dan aku harus mempertahankan gelar2 berbagai kejuaraan.
Bagaimana kalau keahlian mengupas bawang merah, aku tukar saja dengan keahlian membuat program komputer? :D

Masuk kuliah, entah bagaimana caranya, aku terdampar di sebuah gank yang isinya adalah mahasiswa2 IT dan Computer Science.
Semua teman2ku adalah anak2 yang makanan sehari2nya bukan nasi tapi komputer.
Dan suatu hari, tiba2 ada demam aneh yang melanda anak2 yang perempuan.
Sahabat2ku itu mulai gila memasak!
Dan aku mulai merasa tidak nyaman.
Tapi mereka semua, tidak terkecuali, mulai pamer kemampuan masaknya, bahkan mengundang seluruh gank ke rumah mereka cuma untuk menyicipi hasil percobaan masak mereka!
Dan para cowok ganteng di gank itu mulai menggodaku dan berkata, kapan lu mo ngundang kita makan di rumah lu?
Meskipun super kesel, aku tidak mungkin menolak tantangan itu. Mau taruh di mana mukaku?
Tidak ada di kamusku bahwa aku tidak bisa melakukan sesuatu.

Aku ingat, bahwa mamaku suka membuat puding lembut yang atasnya disiram dengan buah kaleng. Aku suka sekali puding itu. Melihat cara mami membuatnya, aku yakin seyakin2nya bahwa aku juga tidak mungkin gagal.
Aku memutuskan, aku mau belajar membuat puding.
Temanku yang satu membuat puding, rasanya tidak seenak buatan mamaku, tapi dia dipuji semua orang.
Tunggu saja.

Aku berhasil membujuk mami mengajariku caranya ;)
Semua bahan ku timbang dengan sempurna!
Apa yang susah dengan membuat puding?
Timbang saja bahannya, lalu masukkan semua ke panci, nyalakan api, aduk sampai mendidih. Dinginkan, dan selesai!
Done.
Masukkan ke cetakan.
Dan tunggu hingga dingin.

Satu jam... dua jam.... tiga jam... tidak ada tanda2 pudingnya mengeras.
Empat jam... lima jam... belum juga mengeras.
Mukaku mulai berubah menjadi jelek.
Aku berteriak ke mami, Mamiiiiiiii..... kenapa pudingnya ga mengeras?
Mami dengan mengernyit bertanya, "Airnya mendidih kan?"
"Iyalah mendidih..."
"Bagaimana bentuk mendidihnya?"
"Yah bergelembung pinggiran2nya."
"Pinggiran2nya????"
"Iya, pinggirannya dan uap panas naik sangat panas."

Mami menuangkan kembali cairan puding yang sama sekali tidak mengeras itu ke panci, dan menyalakan kembali apinya.
Tidak lama kemudian, mulai naik uap panas dan muncul gelembung2 yang lumayan banyak.
"Seperti ini?" Mami menoleh padaku.
"Iya. Sudah mendidih kan itu?"
Mami menarik nafas panjang.
Kemudian gelembung2 bertambah lebih banyak lagi, hingga menutupi adonannya, bahkan terus naik dengan cepat seperti akan tumpah keluar.
"Itu yang namanya mendidih," kata Mamiku singkat dengan muka agak kesal :D

Dan sejam kemudian, my 1st puding in life mulailah mengeras.

Yes! Di semester 2 kuliahku, aku bahkan tidak tau bagaimanakah air yang mendidih itu.

Tapi di kelilingi oleh teman2 yang semua lagi tergila2 memasak, bahkan yang laki2 pun tergila2 memasak, mau tidak mau aku terseret juga dengan euphoria itu.
Aku mulai membeli banyak majalah dan tabloid memasak, juga beberapa buku masak.
Bukan cuma itu saja.
Aku malah mengejar2 mama-nya para pacarku, supaya mengajariku memasak.
Kalian tau apa syarat jadi pacarku waktu itu? Mamanya harus jago memasak.
Dan para "camer" itu dengan sangat senang hati mengajariku memasak, meminjamkan buku resep masak mereka, memberikanku catatan2 resep2 rahasia keluarga mereka.
Siapa yang tidak akan bangga, jika anak mereka punya pacar yang hobinya bukan ke mall tapi malah nongkrong di dapur? Hahaha.
Sementara aku, menyalin semua resep2 mereka, menulisnya di sebuah buku tebal, sambil tersenyum penuh kemenangan.

Sesudah semua itu, apa kalian berpikir bahwa aku otomatis sudah jago memasak?
Tidak.
Sepupuku berkata, cake yang aku buat, bisa dipakai untuk lempar mangga tetangga, saking kerasnya.
Dan masakan yang aku masak, jangankan orang rumah dan teman2ku, diberikan ke Sanchez pun (my handsome rottweiler), Sanchez tidak mau makan.

Aku memang termasuk dalam golongan yang agak lambat belajar.
Tapi aku tidak pernah putus asa.
Dan aku akan terus mempelajari sesuatu yang aku inginkan sampai aku benar2 menjadi ahli yang lebih ahli dari para ahli kebanyakan.

Hari ini?
Bahkan mami bertanya padaku urusan memasak.
Jika dia makan makanan yang dirasanya enak di resto, dia akan bertanya padaku apakah aku tau cara membuatnya.
95% ku jawab tau. 5% nya ku jawab, akan ku cari tau :)

Dan bila aku menjawab tau, itu artinya aku bisa memasak dengan jauh lebih enak dari resto di mana mami mencicipinya pertama kali itu :P

Btw, aku sekarang sudah punya ribuan buku masak. LOL.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Is A Verb

- I love you.

Menulis Kisah Cinta