Her name is Gracia
Aku sangat marah.
Juga sakit hati.
Dan kebingungan.
Dan alter ego aku yang lumayan kejam sudah menari-nari depan mataku ingin sekali mengambil alih diriku.
Aku memang sering mengatakan pada banyak orang, bahwa bisnis itu kejam.
Bukan berarti kita adalah orang baik, dan semua orang akan berbuat baik pada kita.
Tapi toh, tetap saja aku jatuh juga dalam perangkap kebanggaan diri yang bernama "mengasihi orang lain"..
Atau fenomena kejiwaan yang lain, yang dikenal dengan "banyak orang melakukannya pada orang lain, tapi dia tidak akan melakukannya padaku.".
Fenomena kejiwaan kejam, karena batasan antara kebanggaan diri dan mengasihi dengan tulus, atau.. berpikir yang baik tentang semua orang dan kebodohan karena kenaifan, bedanya sangat tipis. Setipis kehidupan dan kematian.
Seminggu lebih hati dan pikiran berasap-asap karena amarah, persis seperti tokoh kartun tempoe doeloe, dan andaikan tidak ada si plegmatis nyokap di sebelah, mungkin aku sudah tidak bisa mengendalikan kekejamanku.
Tidak bisa itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan kemampuan atau ketidakmampuan.
Tidak ada yang namanya tidak bisa mengendalikan diri.
Manusia diciptakan dengan kemampuan menakjubkan untuk mampu mengendalikan dirinya.
Bila aku mengatakan tidak bisa, itu sesimple berarti aku tidak ingin melakukannya sama sekali.
Tidak ingin melakukannya, ever!! (meniru si kekasih, ever!! hahaha..)
Hari ini, amarahku terbakar lagi, seperti ditambahin bensin 1 pom bensin, karena akhirnya melihat bahwa analisaku benar2 sempurna.
Terjadi persis seperti yang aku perkirakan.
Tidak ada yang namanya aku bisa dikalahkan seperti ini.
Aku tidak mengenal kata kalah dalam kamusku.
Apalagi jika kalah karena dicurangi.
Dulu saja, waktu lagi liburan ke sebuah pulau cantik, waktu mau snorkeling, tas berisi pakaian kan aku tinggalkan di kapal yang aku dan teman2 sewa.. dalam tas ada hp.
Naik snorkeling, aku mendapati hpku lenyappp.
Dicari, ga ada yang ngaku.. malah aku dijutekin dibilang jangan2 ketinggalan di rumah. Emangnya aku amnesia?
Duit aku lupa mungkin. Tapi hp? Ga mungkinlah.. bisa putus hubungan dengan semua gebetanku. Hahahaha.
Tau apa yang aku lakukan saking sebelnya?
Kapalnya aku ancurin.
Bener2 ancur, terbelah2 gitu kapalnya.
Gimana caranya aku ancurin tu kapal?
Ga usah tanya. LOL.
Dan aku memang sudah berniat menghancurkan dagangan orang.
Fyi, aku dan adikku sama2 agak sinting dalam hal seperti itu.
Kalau adikku, bisa langsung disemprot tu orang. Blak2an, nyelekit hebat, menakutkan.
Tapi lalu selesai.
Aku sih tidak.
Aku tidak pernah nyemprot orang langsung.
Ga pernah marah2.
Bahkan, ngomel pun super sangat jarang. Aku bukan tipe yang hobi ngomel. Serius.
Tapi aku, mampu menghancurkan bisnis orang, sampai dia harus menjual semua hartanya, dan mengemis untuk makan.
Plus, aku bisa melakukannya dengan muka dingin, atau penuh senyuman.
Plus lagi, tidak ada seorang pun yang tau aku yang melakukannya.
Banyak orang akan melakukannya untukku.
Hahahahaha...
Tapi tadi, mereka datang, berdagang membawa seorang anak kecil yang kurang lebih 4 tahun umurnya.
Duduk di sebuah space tanpa atap.
Istrinya memeluk anaknya.
Aku melihat mereka sudah dari jam 6.
Pulang dari mall, sudah sekitar setengah 11 malam, anak 4 tahun mereka masih juga ada di situ, berpelukan dengan ibunya.
Tiba2, orang2 yang kurangajar itu, yang tidak punya otak dan tidak punya hati itu, berubah menjadi sebuah keluarga yang sedang berjuang untuk hidup.
Berubah menjadi sepasang suami istri yang sementara berjuang untuk memberi makan anaknya.
Aku terdiam, dan pelan2 menangis.
Baiklah.
Tidak ada hal yang sungguh2 salah dan benar di dunia ini.
Mungkin mereka hanya punya 2 pilihan:
Berbuat apa yang benar, dan kelaparan.
Atau berbuat kesalahan kepadaku, menjadi orang yang tidak punya otak dan hati, tapi bisa memberi makan anak 4 tahunnya.
Sejak dulu aku selalu menganut filosofi ini:
Bahwa tujuan tidak bisa dipakai untuk menghalalkan cara.
Sehingga di kelas filsafat waktu kuliah dulu aku ditanyai, apakah salah jika seseorang mencuri untuk membeli obat bagi ibunya yang sakit,.. aku berdebat dengan dosenku dan membantahnya habis2an.
Lalu suatu hari di dunia pelayanan, seorang anakku dipukuli banyak orang karena mencuri obat untuk ibunya.
Obat gagal didapatkan, dia malah dipukuli banyak orang, bahkan beberapa hari harus bersembunyi, karena temannya yang punya toko obat itu kepala preman.
Seminggu kemudian, ibunya meninggal.
Aku tau itu kebetulan.
Aku tau bahkan jika dia berhasil mencuri obat itu tanpa ketahuan, mungkin juga ibunya tetap meninggal.
Tapi peristiwa itu benar2 membentuk perspektifku tentang apa yang salah dan apa yang benar.
Seorang teman dengan teganya, terus mendesak aku untuk menjawab sebuah pertanyaan klasik,
"Jadi menurutmu, apakah mencuri obat untuk ibu itu dosa atau bukan dosa?"
--------------------------
Dalam perenungan "What's so amazing about grace" by Phillip Yancey.
Komentar
Posting Komentar