Me-Re-Definisi-Kan Pelayanan

https://embedwistia-a.akamaihd.net/deliveries/f8278caec803b0855c8b30175381e151c962dc0a.jpg


Awal tahun ini penuh dengan perenungan tentang sebenarnya hidup mau dibawa ke mana.

Kemarin, cukup lama menghabiskan waktu stalking IG2 teman2 pelayanan dulu. Para senior, para junior, hehehe.
Dan sungguh ga terasa ternyata waktu berlalu sudah semakin cepat.
Anak2 yang dulu baru berusia 2-4 tahun, hari ini sudah kelihatan sangat dewasa.
Yang dulu bicara aja masih belum terlalu bisa, hari ini kok sudah abg.
Sampai sedikit terhenyak, dan merenung, sudah selama itukah aku meninggalkan dunia pelayanan?
Beberapa kali nongkrong di grup karismatik ku anggap bukanlah bentuk pelayanan.
Mereka hanya bermain pelayanan2an dan gereja2an :D
Di gereja lokal yang dulu itulah, satu2nya gereja lokal yang pernah ku anggap sebagai gereja lokalku, hanya di situlah tempat di mana aku merasakan pelayanan ala gereja. Tentu di luar kasak kusuk aku di jalanan :D

Semua orang benar2 terbeban, benar2 berjuang untuk urusan kekekalan orang2 lain. Mengharukan.
Meskipun mengharukan juga cara mereka mengusir kami dari gereja, dan mengharukan juga cara mereka memisahkan kami dengan orang2 yang kami cintai, lol.

Apapun itu, aku akhirnya bertanya juga pada hatiku, hey.. apakah kau masih terluka?
Ku jawab dengan jujur, "Rasanya memang masih sakit. Tapi itu sudah berlalu lebih dari 10 tahun!"
Tidak pantas memendam luka selama itu.
Tidak pantas tidak melepaskan pengampunan selama ini.
Toh, mereka semua hidup berbahagia... dan satu2nya orang yang menderita karena luka itu bukannya hanya diri sendiri saja?
Tapi aku lantas membantah lagi diriku sendiri.
Aku sudah memutuskan untuk mengampuni...
Mengampuni semua orang, mengampuni situasi2 yang aku sendiri percaya tidak diinginkan oleh siapapun, dan mengampuni diri sendiri.
Pengampunan itu lebih berbicara tentang keputusan daripada emosi kan?
Ataukah aku salah? :)

Hari ini tanpa sadar aku mendapati diriku sendiri menyanyikan lagu,
"Kami sujud di kakiMu.. merendahkan diri.. bersatu dengan tangisMu... bagi kota tercinta..."

Dan ada kerinduan yang luar biasa besar menyergapku kembali.
Tapi aku tidak tau apa yang aku rindukan.

Suasana penyembahan yang sangat ku kenal itu kah yang membuat aku rindu?
4 nada penyembahan yang bisa ku mainkan dengan gitar bersama anak2?
Cinta dari para remaja yang tidak bisa digantikan oleh apapun itu?
Pengalaman2 melihat hidup yang diubahkan dengan cara yang menakjubkan kah yang membuat aku rindu?
Atau mungkinkah aku rindu melihat airmata di wajah orang2 saat altar call, dan saat mereka mengatakan terima kasih pada Tuhan?

Ataukah yang aku rindukan adalah kesederhanaan? Rasa nyaman?
Ya, kesederhanaan yang dengan mudah ditemui dalam gereja lokal.
Sesederhana berpikir bahwa Tuhan itu baik. Bahwa Tuhan memenuhi kebutuhan, bahwa Tuhan menyembuhkan yang sakit. Dan bila Dia tidak melakukan semua itu, maka pasti Dia mempunyai rencana yang lebih baik.
Kesederhanaan tanpa pertanyaan2 kritis...
Kesederhanaan tanpa pengujian2 kritis.
Indah...
Karena kita hanya perlu menerima saja dan percaya. Menutup mulut dan pikiran kita dari pertanyaan2 yang manusia sering ajukan.
Tapi, bukankah firman Tuhan sendiri yang mengatakan ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik?
Bukankah Tuhan sendiri mengajari kita supaya kita menjadi cerdik seperti ular?
Semua yang cerdik seperti ular tidak mungkin menerima saja segala sesuatu dan percaya.

Sangat menyenangkan jika kekristenan hanya berisi tutup mata berdoa, sekilas membaca alkitab, dan mengangkat tangan menyembah Tuhan, ke gereja seminggu sekali, kadang2 ikut pertemuan doa, dan kasi persembahan, lalu semuanya baik2 saja.
Sederhana.
Nyaman.
Indah.

Aku benar2 rindu.
Dan nyaris tidak mampu menahan kerinduanku.
Aku hampir saja melangkahkan kaki ke sebuah gereja lokal di daerah sini.
Mereka pasti cepat atau lambat akan mengenalku.
Saat senior mereka dari gereja di pusat datang, mereka semua akan mengenalku.

Lalu kemudian, mataku melihat sebuah foto di IG.
Seorang teman, yang saat ini adalah istri gembala gereja lokalku dulu di jakarta, post sebuah foto dengan kakakku.
Caption nya ditulis:
Rela berpanas2an dan ngantri bukan sekedar untuk selfie. Tapi ingin bertemu untuk mengucapkan terima kasih. Sudah 11 tahun tinggal di jakarta, baru 4 tahun ini merasa perubahan yang sangat luar biasa baik. Terima kasih untuk semua yang bapak lakukan bagi kami.

Dia berterima kasih pada kakakku! Pada kakakku!
Aku kira kalian selama ini hanya mengagungkan orang dalam dunia pelayanan, dan menutup mata rapat2 dengan para daniels di dunia sekuler.

Di situ aku tau aku tidak salah melangkah.
Di situ aku tau aku tidak salah membayar harga.
Aku tidak salah mendengar.

Tidak ada seorangpun yang tau betapa besarnya kerinduanku kembali ke dunia pelayanan gereja lokal.
Tapi Esther tidak akan bisa melakukan apa2 jika dia hanya berkhotbah di rumah2 ibadat yahudi kan?
Istana adalah panggung khotbahnya.
Istana adalah tempat di mana dia bisa membawa perbedaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Is A Verb

- I love you.

Menulis Kisah Cinta